Ballroom Hotel Mason Pine, Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, sejak pukul 07.45 terlihat ramai oleh para peserta seminar dan lokakarya (Semiloka) yang sedang mendaftarkan diri masing-masing. Semiloka kali ini diikuti semua petinggi Unpad, yakni para Dekan dari semua (16) fakultas, pejabat Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Direktur Program Pascasarjana, dan para Pembantu Rektor Unpad.
Tema Semiloka itu, “Membangun Universitas Padjadjaran untuk Pencapaian World Class University” yang digelar pada Jumat-Sabtu, 19-20 Februari lalu. Ini salah satu bukti betapa sangat seriusnya Unpad untuk mengejar Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah lebih dulu menyandang gelar bergengsi itu.
Unpad yang kini berusia 52 tahun dalam forum itu bagaikan siswa Sekolah Dasar yang ingin beranjak memasuki jenjang SMP. Tentu bukan sekedar mengganti celana merah menjadi celana biru. Unpad benar-benar hendak berubah secara komprehensif. Berbagai pembenahan sedang dan akan dilakukan oleh para petinggi dan warga akademik Unpad.
Dalam Rencana Strategis panjangnya, 2007-2026, Unpad memantapkan sebuah visi, yaitu “Menjadi Universitas Kelas Dunia”. Namun rupanya banyak sekali definisi dan kriteria universitas kelas dunia (UKD), antara lain definisi dan kriteria yang dibuat oleh Times Higher Education Supplement, Shanghai Jiatong University, Webometrics, dan berbagai lembaga pemeringkat perguruan tinggi lainnya, baik yang tingkat Asia maupun tingkat sejagat (global). Perbedaan definisi melahirkan kriteria dan lembaga pengakreditasi yang berbeda pula, sehingga tidak heran jika Unpad menyediakan jangka waktu yang cukup panjang (20 tahun) untuk mencapai gelar tersebut.
Dua puluh tahun memang relatif lama. Ini sama dengan lima periode jabatan rektor (minimal tiga rektor). Tentu saja semua pemangku kepentingan Unpad optimistis, paling lambat tahun 2026 Unpad telah meraih predikat UKD. Berdasarkan hasil analisis Tim Perencanaan Strategis Unpad, posisi strategis Unpad pada 2007 menempatkan diri sebagai institusi yang masih harus tetap melakukan berbagai pembenahan internal. Hal ini bukan berarti, kondisi internal Unpad kini kurang bagus, melainkan apa yang sudah dipersiapkan dan diberlakukan di Unpad selama ini, ternyata memerlukan berbagai penyesuaian seiring dengan kondisi eksternal Unpad yang berubah dengan cepat.
“Optimistis, harus optimistis. Menjadi WCU itu wajib dong. Saya prediksi sekitar 2015-2020. Jangan lama-lama, ya!” tegas Dekan Fakultas Ekonomi Unpad, Prof. Dr. Ernie Tisnawati Sule kepada Warta LPPM di sela-sela Semiloka. Ernie yakin betul, Unpad memiliki potensi besar untuk bersaing dengan universitas-universitas kelas dunia lainnya.
Optimisme para peserta Semiloka itu mendapat tanggapan positif dari Rektor UI, Prof. Dr. Gumilar R. Somantri, yang tampil sebagai pembicara pada hari pertama. Ia menilai bukanlah hal mudah membawa sebuah universitas ke dalam kelas dunia, namun apabila Unpad memiliki fokus yang baik, hal tersebut akan relatif mudah terwujud.
“Kita harus fokus pada kelebihan yang kita miliki. Unpad pun bisa disejajarkan dengan Cambridge, ataupun Harvard University,” ujar Gumilar yang tampil bak motivator dalam forum itu. Ilmuwan asal Tasikmalaya ini menularkan kisah sukses UI menjadi UKD kepada segenap peserta Semiloka.
Fokus dalam penelitian, pendidikan, dan pengajaran menjadi faktor penting yang harus dilakukan oleh tiap perguruan tinggi (PT) untuk masuk dalam hitungan UKD. Poin inilah yang menjadi fokus utama yang dijabarkan oleh pakar sosiologi itu dalam presentasinya. Dia juga menjelaskan, integrasi merupakan kunci sukses lainnya dalam usaha memasuki UKD.
“Ada satu resep lagi yang harus kita lakukan. The secret recipe is the miracle of leverage engine: integration,” lanjut Gumilar. Mantan Dekan FISIP UI itu menekankan, ada tiga aspek yang perlu dilakukan untuk mencapai integrasi, yaitu konsolidasi, horisontalisasi, serta kolaborasi secara global. Ia optimistis, bila ketiga aspek tersebut tercapai, maka bukan tidak mungkin Unpad bisa segera masuk dalam jajaran UKD tanpa menunggu tahun 2026.
Untuk memenuhi tiap aspeknya dibutuhkan beberapa tindakan. Pada aspek konsolidasi, contohnya, sebuah PT perlu melakukan berberapa tindakan, mulai dari integrasi dan sentralisasi sumber keuangan, menguatkan kapasitas keuangan melalui investasi, donasi, serta industri, hingga melakukan reformasi sumberdaya manusia (SDM).
Pengelolaan Dana
Pembicara lainnya, mantan Rektor ITB, Prof. Dr. Djoko Santoso, menjelaskan, kemajuan sebuah PT tidak terlepas dari pengaruh pengelolaan keuangannya. PT masa kini dilihat sebagai sebuah industri penghasil SDM yang berbudaya dan baik untuk keprofesiannya, dan penghasil SDM yang mendukung masyarakat industri. Namun paradigma tentang sebuah PT ini telah berkembang dengan sebuah orientasi untuk masa depan, yang kemudian membentuk sebuah paradigma baru, yaitu PT sebagai penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi untuk keberlanjutan kemanusiaan dan lingkungan. Berangkat dari lahirnya sebuah paradigma baru tentang PT inilah, maka diperlukan juga beragam penyesuaian, termasuk dalam bidang pengelolaan keuangan.
“Perubahan senantiasa diperlukan. Pengelolaan keuangan semata-mata diarahkan untuk akuntabilitas akademik secara total dan keuangan itu sendiri,” tegas mantan Pembantu Rektor II ITB itu.
Perubahan yang dibutuhkan sebagai dampak paradigma baru ini adalah sebuah perubahan sistem secara menyeluruh. Perubahan sistem tersebut kemudian juga akan memunculkan beberapa dampak, di antaranya, pemimpin PT seperti Chef Executive Officer, peningkatan kewenangan pada administrasi pusat, adanya tekanan untuk menghasilkan dana, adanya tekanan akuntabilitas internal dan eksternal, dan pemisahan diri dari peran jawatan pemerintah.
Pembenahan yang dilakukan ITB dalam bidang keuangan bukanlah sebuah proses singkat. Dalam presentasinya, Djoko memperlihatkan bagaimana ITB pada 2002-2010 terus menerus membenahi sektor keuangannya agar senantiasa akuntabel.
Pembicara lainnya, Direktur Jenderal (PLT) Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Prof. Dr. Nizam, juga mengungkapkan hal senada. Sumber pendanaan yang besar dan beragam merupakan salah satu di antara enam ciri UKD. Sebuah PT bila ingin menggapai status UKD dituntut untuk dapat membuat sebuah sistem pendidikan tinggi yang otonom dan akuntabel sejalan dengan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP).
“Untuk membuat PT yang otonom dan akuntabel, Dirjen Dikti akan melakukan pembinaan secara intensif kepada PT-PT yang telah berbadan hukum pendidikan, serta mendorong pembangunan sistem kelembagaan yang mandiri,” ungkap Nizam.
Prof. Dr. Armida Alisjahbana, Kepala Bappenas kepada para peserta Semiloka seakan menjawab sejumlah permasalahan, terutama masalah pendanaan PT, yang menjadi salah satu hambatan sebuah PT menjadi UKD. Dosen FE Unpad itu mengungkapkan, ada tujuh alternatif sumber pendanaan PT yang berasal dari negara, yaitu alokasi langsung, alokasi berbasis proposal, pendanaan berbasis kompetisi, biaya personalia, dana operasional, pinjaman dan hibah luar negeri, serta beasiswa. Tentu saja ini semua belum memadai.
“Perguruan tinggi sebaiknya juga memanfaatkan berbagai altenatif sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya.
Partisipasi swasta dan dunia usaha merupakan alternatif pendanaan yang cukup kompeten untuk pengembangan PT. Ini dapat diwujudkan lewat beberapa cara, salah satunya lewat kerjasama antara PT dengan dunia usaha dalam pengembangan produk. Hal ini telah menjadi sebuah tradisi yang telah lama dilakukan oleh PT-PT di berbagai negara maju.
Program Studi Berkualitas
Pada hari kedua, baik dalam sidang komisi-komisi (pendidikan, penelitian, dan publikasi; sumber dana dan strategi pencarian dana; dan kerjasama) maupun dalam sidang pleno, para peserta Semiloka membicarakan cara-cara membangun program studi yang berkualitas tinggi. Simpulan yang ditarik dalam sidang pleno antara lain, para pengelola/pemimpin di lingkungan Unpad akan mengidentifikasi program-program studi unggulan yang memiliki kekhasan di fakultas masing-masing. Akan dibentuk pula tim asistensi guna membantu staf peneliti yang hendak menulis publikasi ilmiah skala internasional.
Pembantu Rektor I (Bidang Akademik), Prof. Dr. Husein Bahti mengakui, memang Unpad tidak/belum memiliki rekam jejak yang mengesankan dalam hal publikasi ilmiah skala internasional, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Tampaknya para guru besar bergelar doktor di almamater kita masih menghadapi kendala dalam penulisan karya ilmiah untuk jurnal nasional dan internasional.
Kapan hasil Semiloka itu akan mulai dilaksanakan? Sesegera mungkin. Bahasa pesan singkat alias SMS-nya mah, ASAP (as soon as possible)-lah. *** Martin , Rivki Maulana P., R. Lasmi Teja Raspati: cebolucu@yahoo.com, rivki.maulana@gmail.com, aacchhiiee@yahoo.com