Dadang Sugiana, Drs.,M.Si., Uud Wahyudin, S.Sos.,M.Si. dan Agus Setiaman, S.Sos.
Fakultas FIKOM, Sumberdana DIKS, Tahun 2005
Kenyataan yang ada pada masyarakat Jawa Barat, khususnya pada perempuan pedesaan, bila dikaitkan dengan partisipasi dalam pembangunan ternyata masih ada anggapan yang meluas bahwa perempuan selalu dibatasi oleh kodrat dan perannya yang hanya ada dalam keluarga saja. Selain itu, masih terdapatnya tiga buta, yaitu buta aksara, buta pengetahuan dan buta bahasa di kalangan perempuan serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan mereka. Ada pula mitos yang meluas di kalangan masyarakat pedesaan di Jawa Barat, bahwa kaum perempuan bergantung pada laki-laki, atau dalam peribahasa Sunda Awewe mah pondok lengkah, ngan saukur patih goah, hanya bergulat di sekitar dapur, sumur dan tempat tidur. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan tantangan yang akan dihadapi oleh masyarakat Indonesia di masa depan, yaitu tantangan kependudukan, tantangan lingkungan dan tantangan pembangunan. Untuk menjawab ketiga tantangan ini maka kunci jawabannya terletak pada keperluan meningkatkan kualitas manusia. Dengan perkataan lain, perubahan yang akan terjadi pada suatu masyarakat kearah yang lebih baik terletak pada berapa banyak manusia yang berlualitas pada masyarakat tersebut. Menurut hasil penelitian Pudjiwati Sajogjo, dkk (1979), perlunya partisipasi perempuan pedesaan di Jawa Barat dalam kegiatan pendidikan dan keterampilan melalui pendidikan informal guna mengatasi masalah yang dihadapi oleh perempuan pedesaan. Menurut pendapat peneliti, kondisi dan permasalahan perempuan di kabupaten sukabumi tak berbeda jauh dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi perempuan lainnya di Jawa Barat. Selanjutnya strategi komunikasi dalam arti perencanaan dan pengelolaan komunikasi sebagai salah satu dimensi dalam pendekatan permasalahan di atas belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh organisasi itu sendiri maupun oleh pembuat keputusan. Sehubungan dengan kenyataan-kenyataan tersebut diperlukan adanya upaya-upaya yang secara terencana meningkatkan SDM perempuan pedesaan khususnyadi kabupaten Sukabumi, dengan menghilangkan dan menekan hal-hal yang menghambat peningkatan SDM perempuan pedesaan di Kabupaten Sukabumi. Perencana dan pelaksana pembangunan di pedesaan di kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, yaitu LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa), dituntut untuk melihat realitas dan atau gejala tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dibangunnya. LKMD, khususnya seksi PKK yang berfungsi sebagai wadah peningkatan SDM perempuan pedesaan harus dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dan seluruh warga masyarakat untuk dapat menyukseskan pembangunan desan dengan menggerakkan masyarakat untuk perubahan. Pendekatan dalam meningkatkan SDM perempuan pedesaan melalui PKK, pakar komunikasi cenderung untuk memilih strategi persuasif dan strategi edukatif yaitu pendekatan yang lebih serasi dan selaras melalui himbauan-himbauan penalaran, rasa dan moral, serta perubahan-perubahan pendapat dan tingkah laku, sikap dan nilai secara wajar dan selaras. Selanjutnya organisasi PKK merupakan organisasi yang strategis dalam menyalurkan pesan-pesan dan informasi pembangunan guna meningkatkan SDM perempuan pedesaan dalam bidang ekonomi, keagamaan dan pendidikan nonformal. Wadah PKK sebagai organisasi kegiatan fungsional dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai saluran komunikasi penerus pengaruh dari perubah, inovator atau komunikator kepada sasaran, tetapi juga sebagai saluran komunikasi respon umpan balik dari sasaran kepada perubah, inovator atau komunikator. Menurut Santoso (1979: 16) adalah justru melalui wadah-wadah atau lembaga-lembaga kegiatan fungsional yang ada, maka komunikasi tatap muka lebih terjamin karena tersedianya saluran personal yang meneruskan pengaruh perubah maupun mengembalikan respon dari masyarakat sasaran. Dengan demikian saluran media komunikasi tradisional dan modern di satu pihak dan saluran personal di lain pihak dapat saling memanfaatkan untukmencapai efektivitas yang tinggi. Di samping itu, keberhasilan mengembangkan SDM perempuan pedesaan tidak semata-mata karena perempuan tersebut merupakan sasaran tunggal dari strategi komunikasi namun dalam pergaulan antarmanusia itu, seseorang akan lebih merasa aman untuk memperketat atau melonggarkan ikatan-ikatan tradisi, norma dan keyakinan, seperti halnya peningkatan SDM perempuan pedesaan ini akan lebih mantap jika sasaran perantara di antaranya suami, pemimpin perempuan informal atau tokoh keagamaan turut mendukungnya